Kamis, 06 Agustus 2015

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN LAKIDENDE @unaahaKonawe


BAB II
PEMBAHASAN
§  Dalam proses sejarah yang ada di Indonesia banyak sekali terdapat sejarah-sejarah yang mampu membuat manusia atau masyarakat menjadi tertarik untuk menceritakannya atau menuliskanya atau dalam bahasa metode sejarah adalah “HISTORIOGRAFI”. Disini saya akan membahas situs sejarah yang ada di kabupaten Konawe kecamatan Una’aha dan kecamatan Abuki, diantaranya sebagai berikut.
A.    Raja Lakidende
Raja lakidende adalah raja pertama orang tolaki yang memeluk agama islam pertama kali di konawe, dalam proses pengislaman ada lima orang yang menjadi tokoh pengislaman Raja Lakidende yaitu utusan dari Sultan Buton dari kepulauan Tiworo, nama-nama utusan dari Sultan tersebut adalah :
1.      La Depi
2.      La Goha
3.      La Taripa
4.      La Tepara
5.      Wa Ode Ndoko
Makam para tokoh pengislaman Raja Lakidende diatass berada di kelurahan Parauna, Kabupaten Konawe.
Dalam  proses pelantikan Raja Lakidende menjadi seorang raja ada beberapa pemberontakan dikerajaan konawe yang dipimpin oleh Lamateleha dan Suramaindo dua adik kakak ini. Dua adik kakak tersebut meminta bantuan oleh raja Lakunta berada di daerah Luwu lalu mereka mendirikan suatu kerajaan tersendiri yang bernama kerajaan Lawata yang berkedudukan di Lawali , karena kegigihan kepemimpinan Raja Lakidende pemberontakan dapat dipadamkan.
Dalam sistem pemerintahan Raja Lakidende islam baruu resmi masuk di konawe. Sehingga ketika wafat Beliau dimakamkan secara islamik.
Description: 20140518-013.jpeg          Description: LeGaDhY-951428.jpg
“Gambar dari makam alm. raja lakidende yang di makamkan secara islamik bertempat di Kabupaten Konawe, Kecamatan Una’aha, Kelurahan Arombu.”

Sehingga masyarakat orang tolaki sekitar menyebutnya Sanggia Nginobu yang artinya Dewa yang dikuburkan karena dalam kepemimpinannya Beliau membawah perubahan di konawe, karena jauh sebelumnya orang-orang tolaki yang berada dikonawe sebelum masuknya islam proses pengguburannya dengan cara mayat-mayat orang yang sudah meninggal dimasukkan dalam gua, nama gua tersebut adalah gua batu payung yang berada di kecamatan abuki kabupaten konawe, setelah mayat-mayat tersebut sudah menjadi tulang belulang, tulang-tulang tersebut dimasukkan dalam guci, dan guci tersebut terbagi dua yaitu guci keramik dan guci tanah liat, guci keramik adalah tempat penyimpanan tulang-tulang orang bangsawan sedangkan guci tanah liat adalah untuk  masyarakat biasa dan guci-guci tersebut dimasukkan dalam gua batu payung itu kembali. Menurut hasil penelitian mahasiswa Arkeolog Makassar yang datang meneliti di gua tersebut tulang-tulang yang ada didalam gua tersebut bersekitar umur tulang-tulang tersebut 700-900 tahun.
Raja lakidende adalah bukan putra mahkota tetapi beliau diangkat sebagai raja karena Beliau masih keturunan Putra Raja, karena dalam sistem pemerintahan kerjaan konawe secara tradisional dan pembagian wilayah itu “Tiwole Bantohu dan Pituda Bate” kslau di daerah Buton dikatakan “Patamiana dan Siliombona”, arti dari Tiwole kalau dalam sistem orang tolaki ada sebuah talang yang tradisional yang terbuat dari anyaman yang mempunyai empat sudut dari Tiwole tersebut jadi sehingga pembagian wilayah tersebut ada empat sudut yang terdiri dari:
1.      Tambo Losoano Oleo yang gelar pemimpinannya disebut tapati yang berkedudukan di daerah Ranomeeto kerajaan Laiwoi.
2.      Tambo Tepuliano Oleo yang gelar pimpinannya disebut sabandara yang berkedudukan di Latoma
3.      Barataihana yang gelar pimpinannya disebut ponggawa yang bernama ponggawa Karaeng Watukila. Karaeng Watukila adalah ponggawa terakhir yang berkedudukan di Tongauna.
4.      Barataimoeri.
Ponggawa Karaeng Watukila adalah pahlawan yang melawan belanda, karena masuknya belanda pada tahun 1910 dikonawe, maka 1911-1912 terjadi pemberontakan masyarakat melawan Belanda yang diantaranya masyarakat yang melakukan pemberontakan adalah watukila sehingga beliau mendapat gelar Karaeng ketika pada masa pemberontakan  masyarakat melawan Belanda beliau ditangkap oleh Belanda lalu beliau dibuang dan diasingkan di Makassar, ketika beliau diasingkan beliau watukila masih membawah pengawal sehingga orang makassar menamakan beliau Karaeng, sehingga sampai sekarang watukila dikenal sebagai Karaeng Watukila, dan makam Alm. Karaeng Watukila berada di kelurahan Tongauna kabupaten Konawe:
Description: C:\Users\USER\Documents\Bluetooth\Inbox\LeGaDhY-951452.jpg            Description: C:\Users\USER\Documents\Bluetooth\Inbox\LeGaDhY-951453.jpg
“Gambar makam dari alm. Karaeng watukila yang bertempat di kab. Konawe, kec. Tongauna, kel. Tongauna.”

B.       Isteri pertama dan kedua Raja Lakidende
Isteri pertama Raja lakidende bernama Mowina, permaisuri Mowina ini putri daripada Lapaleadu dan saudara dari Mowina ini bernama Pakandeate yang digelarkan Anakia Ndamalaki yang berkedudukan di Angeburi. Dan makam dari istri pertma Raja lakidende bertampat di kelerahan Arombu.
Description: C:\Users\USER\Documents\Bluetooth\Inbox\LeGaDhY-951459.jpg
“Gambar makam dari Isteri pertama Raja Lakidende Permaisuri Mowina bertempat di,kabupaten konawe kecamatan Una’aha, kelurahan Arombu”

Tetapi mengingat kedudukan Raja Lakidende bukan seorang keturunan dari Putra Mahkota kemudia beliau dikawinkannyalah lagi dengan Permaisuri Wahuka (Putri Abuki), istri kedua dari raja lakidende ini anak Maranai Putra Mahkota kerajaan Konawe, maka dikawinkannya sehingga kedudukannya menjadi raja dan menjadi putra mahkota. Makam dari istri kedua raja lakidende ini bersampingan dengan makam istri pertama raja lakidende.
Description: C:\Users\USER\Documents\Bluetooth\Inbox\LeGaDhY-951458.jpg
“gambar makam dari istri kedua Raja Lakidende permaisuri Wahuka bertempat kabupaten di konawe, kecamatan Una’aha, kelurahan Arombu”

Kerajaan konawe ssetelah kerajaan Lakidende wafat mska masyarakat tidak ada lagi menunjuk raja, dikembalikannya mahkota di abuki dalam hal ini kepada Tohamba yang makamnya sekarang berada di daerah Abuki bagian atas bukit abuki, Tohamba dimakamkan diatas bukit karena masyarakat muda untuk mengingat bahwa dia adalah putra mahkota yang tidak pernah dilantik. Ketika beliau dibawakan mahkota atau dilantik menjadi raja beliau menolak, penyebab beliau ini menolak pelantikan tersebut karena yang pertama beliau tidak memiliki dan kedua beliau tidak mempunyai kemampuan dalam hal ini ( harta) olehnya itu Tohamba ini menyingkir di Lawali, tetapi ketika beliau sudah sakit dan masa hidupnya sedikit lagi berakhir Tohamba ini kembali lagi diAbuki, dan beliau meninggal dan dimakamkan di atas bukit Tambaosu, maka beliau diberi gelar Tawi Tamba Osu.
C.    Benteng Bendewuta
Benteng bende wuta ini yang berada di kabupaten Konawe, kecamatan Abuki, kelurahan Atodopi, merupakan benteng pertahanan yang diketuai putra mahkota Bokeo Tigalu untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda, pembuatan benteng bendewuta ini pada tahun 1912 proses pembuatannya selama enam bulan, pembuat atau pekerja benteng ini adalah suku atau orang asli Tolaki Abuki mereka mengunakan alat tradisional yaitu Osura (dalam bahasa Daerah tolaki) tujuan dari pembuatan benteng tersebut untuk melakukan perlawanan atau menghadang orang-orang belanda yang ingin menuju di ulu sungai Abuki, karena pada waktu itu ketika belanda masuk di konawe, masing-masing orang dikampung mulai menyingkir naik diulu sungai abuki untuk tinggal, karena diatas ulu sungai abuki tersebut terdapat suatu lembah yang dikelilingi gunung yang disebut Wawowaha disana mereka berkumpul, tetapi dalam perlawanan masyarakat untuk belanda semuanya tidak berhasil karena ada seorang Ulama kendari yang juja masuk atau menjadi jurubahasa Belanda yang bernama H. Abdula Gani Laksamanayang datang menghantarkan adat kepada pembuat benteng Bendewuta  yang bernama Tomas Salipu untuk menyatukan adat ssehingga dihentikan perlawanannya, sehingga pembuatan benteng tersebut tidak selesai, tetapi bagian atas  benteng ada gundukan tanah untuk mengintai ketika musuh-musuh dari belanda datang.
Panjang benteng Bendewuta tersebut sekitar 1 kilometer, dan tinggi benteng tersebut sekarang  ada yang 2 meter dan ada yang 3 meter. Tetapi pada zaman penjajahan  tinggi benteng tersebut adalah 5 meter, karena pada saat pembuatan orang-orang berdiri dari dasar tanah orang-orang tersebut tidak nampak atau terlihat, tetapi dikarenakan pergeseran tanah dan sudah ratusan tahun sehinga terjadi penurunan dan pergeseran, dan lebar benteng sekarang adalah 1,5 meter.
Description: C:\Users\USER\Documents\Bluetooth\Inbox\20140518-064.jpeg
“Gambar benteng Bende wuta yang bertempat di Kab. Konawe, Kec. Abuki, Kel. Atodopi”
Gambar ini adalah hasil dari dokumentasi yang kami abadikan ketika kami meneliti tentang benteng tersebut, tempat kami berdiri adalah diatas benteng Bendewuta, dokumentasi tersebut diambil dari bawah dasar tanah Benteng.




















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Penjelasan Hasil Penelitian
Dalam proses penelitian perdana kami dari mahasiswa Ilmu Sejarah FIB Universitas Halu Oleo pada tanggal 18 mei 2014 pada hari minggu bertempat di Kabupaten Konawe, Kecamatan Una’aha, Kelurahan Arombu, dan Kecamatan Abuki, Kelurahan Atodopi. Dalam penelitian kami bertujuan untuk mrngangkat kembali bagaimana proses perjalanan kepemerintahan Raja Lakidende pada zamanya, bukan itu saja kami juga mengujungi makam alm. Raja lakidende, permaisuru Raja lakidende, benteng kuno yang bernama Bendewuta dan makan pahlawan karaeng Watukila. Dalam penulisan sejarah yang saya buat akan dibahas satu persatu dari situs-situs sejarah yang dikunjungi, dan informasi-informasi sejarah yang kami dapat berasal dari hasil wawancara kami kepada narasumber yaitu beliau asli orang konawe yang bernama bapak Ajimain,S.Pdi.
Description: C:\Users\USER\Documents\Bluetooth\Inbox\LeGaDhY-951442.jpg
“Gambar dari bapa Ajimain,S.Pdi. bersama mahasiswa ilmu sejarah FIB UHO

TUGAS: LAPORAN

HASIL PENELITIAN DARI SITUS SEJARAH YANG ADA DI KAB. KONAWE, KEC. UNA’AHA DAN KEC. ABUKI
“MAKAM RAJA LAKIDENDE, PERMAISURI RAJA LAKIDENDE YANG PERTAMA DAN KEDUA, BENTENG BENDEWUTA, DAN MAKAM KARAENG WATUKILA”




OLEH:
ROBIN HOOD ADAM
C1C4 13 043


PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena dengan karunianya LAPORAN PENELITIAN yang sangat sederhana  ini dapat penulis rampungkan.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini, baik dari segi materi,tenaga dan do’a. Penulis menyadari bahwa dalam laporan penelitian ini tentunya banyak terdapat kesalahan dan kesilafan.Untuk itu penulis minta maaf sebesar-besarnya.
Penulis berharap laporan penelitian ini sedikit banyaknya memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri. Semoga apa yang kami susun bermanfaat.
                                                                       



Kendari,   oktober 2014

       Penyusun





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Raja lakidende adalah raja pertama orang tolaki yang memeluk agama islam pertama kali di konawe, dalam proses pengislaman ada lima orang yang menjadi tokoh pengislaman Raja Lakidende yaitu utusan dari Sultan Buton dari kepulauan Tiworo, nama-nama utusan dari Sultan tersebut adalah :
6.      La Depi
7.      La Goha
8.      La Taripa
9.      La Tepara
10.  Wa Ode Ndoko
Makam para tokoh pengislaman Raja Lakidende diatass berada di kelurahan Parauna, Kabupaten Konawe.
Isteri pertama Raja lakidende bernama Mowina, permaisuri Mowina ini putri daripada Lapaleadu dan saudara dari Mowina ini bernama Pakandeate yang digelarkan Anakia Ndamalaki yang berkedudukan di Angeburi. Dan makam dari istri pertma Raja lakidende bertampat di kelerahan Arombu.
Benteng bende wuta ini yang berada di kabupaten Konawe, kecamatan Abuki, kelurahan Atodopi, merupakan benteng pertahanan yang diketuai putra mahkota Bokeo Tigalu untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda, pembuatan benteng bendewuta ini pada tahun 1912 proses pembuatannya selama enam bulan, pembuat atau pekerja benteng ini adalah suku atau orang asli Tolaki Abuki mereka mengunakan alat tradisional yaitu Osura (dalam bahasa Daerah tolaki) tujuan dari pembuatan benteng tersebut untuk melakukan perlawanan atau menghadang orang-orang belanda yang ingin menuju di ulu sungai Abuki, karena pada waktu itu ketika belanda masuk di konawe, masing-masing orang dikampung mulai menyingkir naik diulu sungai abuki untuk tinggal, karena diatas ulu sungai abuki tersebut terdapat suatu lembah yang dikelilingi gunung yang disebut Wawowaha disana mereka berkumpul, tetapi dalam perlawanan masyarakat untuk belanda semuanya tidak berhasil karena ada seorang Ulama kendari yang juja masuk atau menjadi jurubahasa Belanda yang bernama H. Abdula Gani Laksamanayang datang menghantarkan adat kepada pembuat benteng Bendewuta  yang bernama Tomas Salipu untuk menyatukan adat ssehingga dihentikan perlawanannya, sehingga pembuatan benteng tersebut tidak selesai, tetapi bagian atas  benteng ada gundukan tanah untuk mengintai ketika musuh-musuh dari belanda datang.







DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A.    Penjelasan tentang penelitian....................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
A.    Raja Lakidende............................................................................
B.     Makam istri pertama dan kedua raja lakidende.......................
C.    Makam karaeng watukila............................................................
D.    Benteng Bende wuta.....................................................................
BAB III PENUTUP.......................................................................................
A.    Kesimpulan....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

KEBUDAYAAN ORANG BAJO DI DESA LANGGARA BAJO WAWONII BARAT



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Orang Bajo banyak tinggal di kawasan sepanjang pesisir pantai sejak Puluhan tahun silam. Sebenarnya orang Bajo banyak tersebar hampir di garis pantai segala penjuru Sulawesi, Kalimantan Timur, Kangean, Bali, Sumbawa, Jawa Timur, bahkan ada juga di Sabah Malaysia. Karena kebiasaan hidup mereka di laut, sehingga sejak beratus-ratus tahun masa silam mereka telah tersebar dimana-mana. Akibatnya banyak terjadi dialek-dialek di antara suku Bajo, beberapa di antaranya ada yang terpengaruh bahasa mayoritas di tempat mereka berada, seperti orang Bajo di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan terpengaruh bahasa dan adat istiadat Bugis dan Makasar, di Sulawesi Tenggara terpengaruh bahasa dan adat istiadat Buton, sedangkan di Sabah Malaysia terpengaruh bahasa dan adat istiadat orang Melayu Sabah. Yang uniknya bahasa Bajo, seluruh bahasa dan dialek bahasa Bajo, bersama bahasa Sama di Filipina, dikelompokkan ke dalam Rumpun bahasa Borneo, yaitu Barito Besar. Dalam sistem mata pencaharian masyarakat bajo mereka mengunakan laut sebagai sumber perekonomian mereka, seperti masyarakat Langara Bajo Kec.Wawonii Barat, Kab. Konawe Kepulauan Sulawesi Tenggara.
Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena dengan bahasa seseorang dapat menyampaikan maksud dan keinginan kepada orang lain. Dengan kata lain, dengan bahasa seseorang dapat berkomunikasi dan beradaptasi dengan manusia lain, seperti yang dikatakan oleh Kridalaksana (1983:4), bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer, yang digunakan oleh para kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Bahasa bersifat manusiawi, artinya bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki oleh manusia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Asal-Usul Masyarakat Langara Bajo?
2.      Bagaimana Sistem Pemerintah dan Kekerabatan Langara Bajo?
3.      Bagaimana Kondisi Lingkungan Desa Langara Bajo?
4.      Bagaimana Sistem mata pencaharian Masyarakat Langgara Bajo?
5.      Bagaimana perkembangan bahasa di Desa langara Bajo ?
6.      Bagaimana sistem kepercayaan masyarakat Langara Bajo ?
7.      Bagaimana Sistem Pengetahuan Pendidikan Langara Bajo?
C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Asal-Usul Masyarakat Langara Bajo
2.      Untuk mengetahui Sistem Pemerintah dan Kekerabatan Langara Bajo
3.      Untuk Mengetahui kondisi Lingkungan Desa Langara Bajo
4.      Untuk mengetahui Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Langara Bajo.
5.      Untuk mengetahui perkembangan bahasa di desa langara bajo
6.      Untuk mengetahui sistem kepercayaan masyarakat Langara Bajo.
7.      Untuk mengetahui Sistem Pengetahuan Pendidikan Langara Bajo.
D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengembangan telaah kebahasaan dan juga sebagai informasi mengenai wujud variasi leksikal stratifikasi sosial Langara Bajo. Sementara itu secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa, serta bagi peneliti yang akan meneliti lebih lanjut mengenai bahasa Bajo Yang ada di Desa Langara Bajo Kabupaten Konawe kepulauan.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut N. Troubetzkny pencetus linguistik yang terkenal disebabkan karena metode struktural didasarkan pada empat hal pokok : pertama, linguistik struktural berpindah dari studi gejala bahasa yang disadari ke studi infrastruktur yang tidak disadari; kedua, linguistik struktural tidak memperlakukan istilah-istilah sebagai satuan-satuan yang berdiri sendiri melainkan memandangnya dalam hubungan-hubungan dengan satuan- satuan yang lain; ketiga, linguistik struktural menggunakan konsep sistem; keempat, linguistik struktural berusaha menemukan dalil-dalil umum baik melalui induksi maupun deduksi (Strauss, 1963 . 33).
Malinowski berangkat dari pemikiran bahwa manusia adalah makhluk bio-psikologis, yaitu makhluk yang mempunyai unsur biologis yaitu yang berupa raga atau fisik, tetapi sekaligus is juga punya unsur psikologis atau kajiwaan. Sebagai makhluk biologis, manusia membutuhkan materi-materi untuk kelangsungan hidupnya. Materi-materi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia itu disebut sebagai kebutuhan dasar manusia (basic human) itu selalu diolah dan berkait dengan ide-ide kultural manusia. Respons kultural yang tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan primer (melainkan kebutuhan sekunder atau tersier dan seterusnya), sebetulnya banyak terjadi di dalam masyarakat manusia. Dalam kehidupan bermasyarakat itulah maka kebutuhan-kebutuhan psikologi dirasakan perlunya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis peneliatian kualitatif. Jenis ini digunakan karena penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh data secara terperinci mengenai suatu sobjek penelitian mengenai etnografi masyarakat desa Langara Bajo, khususnya dalam bidang bahasa,sisten mata pencaharian, agama, kondisi lingkungan sehingga kita akan memperoleh gambaran mengenai semua kegiatan yang kita lakukan serta kita akan menangkap pengalaman, persepsi, pemikiran, perasaan, dan pengetahuan subjek penelitian secara komprehensif.
B.     Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Desa Langara Bajo, Kecamatan Wawonii Barat, Kabupaten Konawe Kepulauan.
C.      Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu:
Penelitian I
Hari/Tanggal        :  Jumat, 29 Mei 2015
Waktu                   : 16.24-17.45
Penelitian II
Hari/Tanggal        : Sabtu, 30 Mei 2015
Waktu                  : 09.00-10.00  
D.    Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini, yaitu masyarakat Desa Langara Bajo, Kecamatan Wawonii Barat, Kabupaten Konawe Kepulauan.
E.       Teknik Penelitian
a.      Teknik Pengamatan (Observasi)
Teknik observasi atau pengamatan dilakukan untuk melihat secara langsung objek yang akan diteliti. Hal ini terkait dengan penentuan titik-titik pengamatan wilayah yang akan diteliti. Dengan teknik ini, peneliti mengamati secara langsung daerah yang akan menjadi daerah penelitian.
b.      Teknik Wawancara
Wawancara dalam hal ini ditujukan kepada para informan yang dijadikan sumber data yang dipandang mengetahui seluk-beluk tentang bahasa yang digunakan di Desa Langara Bajo, Kecamatan Wawonii Barat Kabupaten Konawe Kepulauan.
c.       Teknik Rekam
Perekaman dipandu dengan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Daftar pertanyaan yang digunakan adalah daftar kosakata dasar Swadesh yang telah dibuat oleh Mahsun (2005). Hal ini bertujuan untuk menghindari agar jawaban informan tidak dipengaruhi oleh bahasa baku daerah yang bersangkutan.
d.      Teknik analisis data
Setelah data terkumpul, selanjutnya data-data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data, menggunakan metode deskripsi kualitatif. Deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mengolah data-data asal-usul, sistem pemerintah dan kekerabatan,kebahasaan, mata pencaharian, kondisi lingkungan,kepercayaan, dan sistem pengetahuan dan pendidikan yang telah diperoleh peneliti dari beberapa data-data sehingga dari hasil analisis ini akan diketahui bentuk-bentuk masalah tentang penelitian pada masyarakat Desa Langara Bajo, Kecamatan Wawonii Barat, Kabupaten Konawe Kepulauan.
e.     Teknik Penyajian Data
Penyajian data suatu laporan dapat menggunakan dua metode, yakni metode formal dan informal. dalam hal ini peneliti menggunakan metode informal, karena sangat sesuai untuk penyajian data kebahasaan seperti interferensi bahasa Bajo ke dalam bahasa Indonesi dalam komunikasi lisan masyarakat Desa Langara Bajo, Kecamatan Wawonii Barat, Kabupaten Konawe Kepulauan.
Kemudian hasil analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan uraian kata-kata yang lengkap, rinci, dan terurai. Karena, laporan penelitian ini bersifat deskriptif, dan hasil analisis data interferensi ini disajikan secara deskriptif sehingga dapat memberikan penjelasan secara rinci dan akurat.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Asal-Usul Masyarakat Langara Bajo
Awal mula orang Bajo datang di Kabupaten Wawonii Barat mereka tidak langsung mendirikan atau mempunyai pedesaan sendiri tetapi mereka tinggal di pedesaan lama pada zaman DI TII, orang-orang bajo sebagian masih tinggal di perahu-perahu kecil dan sebagiannya juga mereka sudah menpunyai pondok-pondok yang terbuat dari kayu untuk di tinggali. Tetapi pada saat kedatangan DI TII di daerah tersebut orang-orang Bajo sebagian kembali di teluk kendari.
B.     Sistem Pemerintahan dan Kekerabatan
Sistem pemerintah yang ada di Desa Langara Bajo masih tetap mengikuti sistem pemerintahan daerah dan sistem pemerintahan dari Pusat. Dalam struktur-struktur pemerintahannya pun juga tersusun rapih seperti dari kepala desa, sekretaris Desa, kaur pemerintah, kaur umum, kaur pembangunan, puutobu, kepala lingkungan, RT, dan RW. Kekerabatan masyarakat dengan pemerintah sangat baik, pemerintah melayani masyarakat dengan baik dan memberikan informasi-informasi kepemerintahan di desa langara bajo tersebut, dan masyarakat dengan pemerintah saling gotong royong saat diadakan kerja bakti dalam memperbaiki riteratur lingkungan pedesaan.
C.    Kondisi Lingkungan Masyarakat Langara Bajo.
Kondisi lingkungan masyarakat langara Bajo boleh di katakan masih minim dalam riteratur jalan transportasi, dan tenaga listrik. Jalan-jalan transportasi belom mendapat penanganan pemerintah setempat ataupun provinsi, jalan transportasi belum mendapat pengaspalan jalan di desa tersebut. Begitupun tenaga listrik dulunya pertama terbentuk desa langgara Bajo mereka masih menggunakan tenaga surya, tetapi menjelang dua tahun pemerintah mendirikan sistem tenaga listrik, tetapi belum berjalan dengan optimal, dikarenakan pemerintah setempat masih memberi waktu untuk nyala dan padamnya listrik yang ada di desa Langara Bajo. Menurut (Mariam,2015) masyarakat Setempat  mengatakan bahwa waktu untuk listrik di aktifkan pemerintah pada jam enam malam sampai enam pagi, sementara listrik di padamkan pada waktu jam enam pagi sampai jam enam malam. Sedangkan kondisi kebersihan lingkungan masyarakat dikatakan bersih karena sampah-sampah di area jalan atau sekitaran depan rumah warga tidak berhamburan malahan mereka mengumpulkan dan sampah tersebut dibakar untuk menghindari banjir dan meluapnya air laut karena kita ketahui masyarakat bajo lebih banyak mendiami pesisir pantai.
                                                                       





                 Gambar.1.1. kondisi lingkungan masyarakat bajo        Gambar.1.2.kondisi lingkungan masyarakat
D.    Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Langara Bajo
Menurut hasil pengamatan penelitian mata pencaharian masyarakat Langara Bajo lebih dominan Nelayan, karena masyarakat setempat mendiami pesisir pantai sehinga masyarakat Langara Bajo memanfaatkan laut untuk menjadi sistem mata pencaharian mereka untuk mendapatkan asil yang banyak untuk pundi-pundi ekonomi mereka. Tetapi bukan cuman nelayan saja ada sebagian kecil juga yang masyarakat yang berdagang, masyarakat yang bertani, dan ada juga masyarakt lain yang bukan masyarakat Bajo yang mendiami Langara Bajo yang membangun toko bangunan, dan Toko butik.




               Gambar1.3. masyarakat yang Bedagang
E.     Bahasa Masyarakat Langara Bajo
Bahasa merupakan alat komunikasi utama, dengan bahasa seseorang mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan orang lain. Proses pemikiran sangat ditentukan oleh kemampuan berbahasa seseorang. Manusia tidak lepas dari suatu bahasa, karena bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai sarana untuk bertukar pikiran, emosi, pesan dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa manusia sulit berhubungan dengan sesamanya. Kemampuan penggunaan bahasa dapat membedakan manusia dengan mahluk lain melalui ungkapan bahasa, pikiran, perasaan serta penalaran seseorang karena bahasa dapat merangsang dan melatih seseorang yang membedakan seorang tersebut dengan yang lainya.
Bahasa Bajo, adalah bahasa yang digunakan masayarakat  Langara Bajo, tetapi dalam lingkungan masyarakat langara bajo tidak hanya orsng-orang Bajo saja yang mendiami desa Langara bajo tetapi mempunyai beragam suku seperti Bugis, Tolaki, Buton, Muna, Wawonii. Sehingga dalam mereka melakukan suatu komunikasi antar kelompok masyarakat mereka biasa menggunkan bahasa persatuan Indonesia, tetapi mereka juga bisa menggunakan bahasa bajo dengan suku lain yang sudah menetap di langara bajo, dan masyarakat bajo pun juga bisa mengunakan bahasa suku lain. Masyarakat bajo dapat menggunakan bahasa suku lain dikarenakan adanya faktor percampuran suku, perkawinan di langara Bajo ( Mila. 2015).
Akbiat dari percampuran bahasa antar suku di langara bajo sehingga terjadi dialek-dialek berbeda di masyarakat bajo. Diantaranya banyak yang terpengaruh bahaya mayoritas di tempat mereka berada ( Aco.2015).
F.     Sistem Kepercayaan
            Sistem kepercayaan atau keagamaan yang di anut oleh masyarakat Langara Bajo adalah Agama Islam dan tidak ada percampuran kepercayaan di desa tersebut, karena dalam lingkup masyarakat tersebut hanya terdapat saja satu Masjid dan tidak terdapat adanya tempat peribadatan dari kepercayaan lain seperti Gereja, dan Kuil. Masyarakat Langara Bajo adalah Mayoritas beragama Islam.
G.    Sistem Pengetahuan dan Pendidikan
     Dalam sistem pengetahuan yang ada di desa Langara Bajo bisa dikatakan sudah berkembang karena teknologi-teknologi yang ada di desa langara Bajo sudah ada seperti adanya alat telokomunikasi, Televisi, dan alat-alat teknologi lainnya, sementara Pendidikan di Desa Langara Bajo sudah ada sekolah-sekolah tempat anak-anak untuk menuntut ilmu sperti adanya TK, SD, SMP, SMA, karena antusias pemerintahan di desa Langara Bajo untuk membangun gedung-gedung sekolah akhirnya sekarang sekolah-sekolah yang ada di desa tersebut sudah berdiri untuk masyarakat langara Bajo









BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Bahasa merupakan alat komunikasi utama, dengan bahasa seseorang mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan orang lain. Proses pemikiran sangat ditentukan oleh kemampuan berbahasa seseorang. Manusia tidak lepas dari suatu bahasa, karena bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai sarana untuk bertukar pikiran, emosi, pesan dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa manusia sulit berhubungan dengan sesamanya. Kemampuan penggunaan bahasa dapat membedakan manusia dengan mahluk lain melalui ungkapan bahasa, pikiran, perasaan serta penalaran seseorang karena bahasa dapat merangsang dan melatih seseorang yang membedakan seorang tersebut dengan yang lainya. Bahasa Bajo, adalah bahasa yang digunakan masayarakat  Langara Bajo, tetapi dalam lingkungan masyarakat langara bajo tidak hanya orsng-orang Bajo saja yang mendiami desa Langara bajo tetapi mempunyai beragam suku seperti Bugis, Tolaki, Buton, Muna, Wawonii. Sehingga dalam mereka melakukan suatu komunikasi antar kelompok masyarakat mereka biasa menggunkan bahasa persatuan Indonesia, tetapi mereka juga bisa menggunakan bahasa bajo dengan suku lain yang sudah menetap di langara bajo, dan masyarakat bajo pun juga bisa mengunakan bahasa suku lain. Masyarakat bajo dapat menggunakan bahasa suku lain dikarenakan adanya faktor percampuran suku, perkawinan di langara Bajo




















Lampiran:

  
Gambar. Para Dosen Pendamping                             Gambar. Mamasiswa dan pemilik rumah








Gambar. Mahasiswa dan Kepala Dusun II              Gambar. Lingkungan Desa Langara Bajo








Gambar. Masyarakat pedagang                                  Gambar. Masyarakat pedagang





DAFTAR PUSTAKA

Aco.2015. Percampuran Suku dan Bahasa Langara Bajo. Konawe Kepulauan
Keraf, gorrys. 1979. Pengertian Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.
Mila, 2015. Narasumber Bahasa bajo. Konawe Kepulauan.
Wawancara Langsung Mahasiswa dan Narasumber Masyarakat Langara Bajo. Sistem pengetahuan dan Pendidikan Desa Langara Bajo.2015